Ilmu
pengetahuan alam yang bahasa asingnya “science” berasal dari kata latin
“Scientia” yang berarti saya tahu. Kata “science” sebenarnya semula
berarti ilmu pengetahuan yang meliputi baik ilmu pengetahuan sosial
(Social science) maupun ilmu pengetahuan alam (natural science). Lama
kelamaan, bila seseorang mengatakan “science” maka yang dimaksud adalah
“natural science” atau dalam bahasa Indonesia disebut ilmu pengetahuan
alam dan disingkat IPA. sedangkan IPA sendiri terdiri dari ilmu-ilmu
fisik (Physical science) yang natara lain kimia, fisika, astronomi dan
geofisika, serta ilmu-ilmu biologi (life science).
Untuk
mengidentifikasikan IPA dengan kata-kata atau dengan kalimat yang
singkat tidak mudah, karena sering kurang dapat menggambarkan secara
lengkap pengertian IPA tersebut. Terdapat beberapa definisi IPA
diantaranya adalah :
1) Menurut
H.W. Fowler : “Ilmu pengetahuan alam adalah pengetahuan alam yang
sistematis dan dirumuskan , yang berhubungan dengan gejala-gejala
kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi”.
Definisi IPA ini tampaknya banyak diterima dan dipakai di sekolah-sekolah di Indonesia.
2) Menurut Robert B.Sund : “Ilmu pengetahuan alam adalah sekumpulan pengetahuan dan juga suatu proses“.
3) Definisi
lainnya, yaitu menurut James B. Conant : “Ilmu pengetahuan alam adalah
suatu rangkaian konsep-konsep yang saling berkaitan dan bagan-bagan
konsep yang telah berkembang sebagai hasil eksperiment dan obeservasi
dan bermanfaat untuk eksperimen serta observasi lebih lanjut”.
Dalam
definisi ke tiga ini terdapat tiga unsur IPA. Yang pertama, adalah
serangkaian konsep dan bagan konsep yang saling berkaitan. Yang dimaksud
bagan konsep ialah suatu konsep yang menyangkut konsep-konsep lain yang
relevan. Misalnya konsep evolusi yang menyangkut konsep mutasi, konsep
variasi, konsep penyebaran geografis. Adapun unsur kedua dari definisi
IPA tersebut, berupa proses terutama mempergunakan metoda observasi dan
eksperimen. Sedangkan unsur ketiga berupa manfaat dan penerapannya,
yaitu untuk observasi dan eksperimen lebih lanjut.
Dari
ketiga contoh definisi IPA tersebut, secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa IPA merupakan suatu pengetahuan yang ilmiah, karena
IPA mempunyai syarat-syarat berikut :
1) Bersifat
objektif, artinya pengetahuan itu sesuai dengan kenyataan dari objeknya
dan dapat dibuktikan dengan pengamatan dan pengamalan empirik. Adapun
objek studi IPA adalah benda-benda dan gejala-gejala kebendaan, baik
benda hidup, benda mati maupun tidak hidup.
2) Bersifat sistematik, artinya IPA mempunyai sistem yang teratur. Sistem ini dipergunakan untuk menyusun, mengorganisasikan pengetahuan, konsep-konsep dan teori IPA.
3) Mengandung
metode tertentu yaitu metode ilmiah. Metode ini dipergunakan untuk
mempelajari objek studi, untuk memperoleh pengetahuan dan juga cara
berfikir dan memcahkan masalah.
HAKIKAT IPA
Untuk mempelajari hakikat IPA perlu kita kaji kembali ketiga contoh definisi IPA.
IPA pada hakekatnya merupakan suatu produk, proses dan penerapan dengan penjelasan sebagai berikut :
1) IPA
pada hakikatnya merupakan suatu produk atau hasil. IPA merupakan
sekumpulan pengetahuan (dalam definisi pertama dan kedua) dan sekumpulan
konsep-konsep dan bagan konsep (dalam definisi ketiga) yang merupakan
hasil suatu proses tertentu.
2) IPA
pada hakikatnya adalah suatu proses (dalam definisi kedua). Yaitu
proses yang digunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan
mengembangkan produk-produk IPA. Dalam Proses ini digunakan metode
ilmiah dan terutama ditekankan pada proses observasi dan eksperimen
(dalam definisi pertama dan kedua).
Dengan mengutip pendapat Einstein tentang proses IPA, John
G. Kemeny menegaskan baha IPA berangkat dari fakta dan berakhir pada
fakta. Kemeny menjelaskan terdapatnya tiga tahapan dalam proses
tersebut;
a) Bertolak
dari Fakta-fakta khusus hasil observasi dan eksperimen terdahulu,
disusun konsep-konsep kemudian teori-teori. Penyusunan teori secara
demikian disebut secara induktif, yaitu bertolak dari sesuatu yang
khusus menuju sesuatu yang umum, atau dari fakta-fakta hasil eksperimen
dan observasi, menuju terbentuknya teori. Tahapan ini disebut tahapan
induksi.
Contoh :
Dari
beberapa pengamatan menunjukkan bahwa tumbuhan berkeping satu mempunyai
akar serabut maka kita selidiki tumbuhan satu lainnya, ternyata
semuanya berakar serabut. Kemudian diambil kesimpulan umum bahwa
tumbuhan berkeping satu mempunyai akar serabut.
b) Tahapan
kedua adalah deduksi.Berrtitik tolak dari suatu teori atau kesimpulan
umum yang telah dianggap benar,dapat diramalkan atau diprediksi
fakta-fakta baru yang bersifat khusus. Fakta-fakta atau ramalan-ramalan
baru ini merupakan konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari teori atau
kesimpulan umum tersebut.
Contoh :
Misalnya
kita sudah menganggap benar kesimpulan umum tentang tumbuhan berkeping
satu tersebut. Bila suatu ketika ditemukan tumbuhan yang berakar
serabut, maka kita deduksikan bahwa tumbuhan tersebut berkeping satu.
c) Diketemukannya
dugaan atau ramalan baru, akan mendorong dilakukannya observasi dan
eksperimen selanjutnya, untuk menguji kebenaran ramalan-ramalan
tersebut. Tahapan ini disebut tahapan verifikasi. Ramalan atau
konsekuensi yang telah diuji kebenarannya melahirkan fakta-fakta baru
yang secara induktif dapat disusun teori baru lagi. Dengan demikian,
proses-proses IPA merupakan proses yang berantai dan melingkar, yang
bertolak dari fakta dan berakhir pada fakta baru. Secara singkat proses
tersebut digambarkan pada bagan berikut
Matematika
mempunyai sumbangan yang penting bagi perkembangan IPA. Matematika
antara lain berperan sebagai penunjang untuk memahami gejala-gejala alam
dan untuk memperhitungkan secara logis sesuatu yang tidak dapat
diperoleh dari observasi dan eksperimen. Perkembangan IPA bukan hanya
karena proses induksi dan deduksi tetapi juga peranan matematika.
Pengetahuan yang diperoleh dengan metoda ilmiah yang disertai
perhitungan matematika melahirkan IPA kuantitatif yang dipandang
merupakan IPA modern.
3) Adapun
hakikat IPA yang ketiga adalah bahwa IPA pada hakikatnya merupakan
suatu penerapan atau aplikasi. penerapan teori-teori IPA akan melahirkan
teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.
Penerapan-penerapan IPA ini juga berguna untuk mengembang teori dan
teknologi baru.
Erat
kaitannya dengan hakikat IPA sebagai suatu penerapan, Norman Campbell
memandang IPA menjadi dua aspek yag satu sama lain tidak dapat
dipisahkan bagai mata uang dnegan kedua sisi-sisinya. Kedua aspek
tersebut adalah ”practical science” dan aspek “pure science” sebagai
”practical science” IPA sangat bermanfaat dalam kehidupan masyarakat
melalui teknologi. Sebagai “pure science”, IPA tidak dapat bermanfaat
langsung bagi kehidupan, tetapi mengandung nilai intelektual. Apa yang
kita pelajari secara langsung dari IPA adalah aspek “pure science” tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar